Senin, 16 Januari 2012

PNS VS RUU APARATUR SIPIL NEGARA

Haruskah menghancurkan rawa untuk membunuh Nyamuk ?
Oleh Aep Sunendar, SH., MH
  
I.              PROLOG
Tulisan ini semoga bermanfaat dan sampai dengan selamat di salah satu alamat: Senayan, Jakarta. Setidaknya, kalau sampai di sana dapat menjadi bahan timbang rasa para anggota DPR yang sekarang tengah giat membahas RUU ASN. Baik, perkenalkan saya AEP SUNENDAR, S.H., MH. Umur 49 Tahun PNSD Kabupaten Ciamis, Jabatan saat ini Kepala Bidang Pengembangan Karier dan Pembinaan Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat. Diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 1983 dengan Ijazah SMA dan menduduki Golongan II selama hampir 16 tahun dan mendapat kepercayaan menduduki jabatan mulai eselon Va tahun 1999, kemudian beberapa kali eselon IVa mulai tahun 2002 sampai dengan 2009 dan saat ini menduduki eselon IIIb dengan tunjangan jabatan setiap bulan sebesar Rp. 980.000,-, dan gaji pokok sebesar Rp. 3 jutaan.


Mengapa begitu detail ? Ya, biar itu tadi, yang lagi nyusun RUU ASN punya timbangan lain tentang potret kehidupan sebuah keluarga Pegawai Negeri Sipil dan mungkin ratusan ribu Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dan fungsional umum lain di negeri ini dalam kondisi yang sebenarnya, yang termarjinalkan dan mengalami perlakuan diskriminatif dari negara. Bagaimana gambaran Pegawai Negeri Sipil yang meniti karier, merangkak dari bawah dengan ikat pinggang bikin seksi pinggang, yang setelah bekerja puluhan tahun bagi negara tetapi jangankan punya rekening gendut, rekening kurus pun tidak !

Lalu dimana letak diskriminasinya? PERTAMA, kami lihat dan kami dengar bahwa semenjak beberapa tahun lalu beberapa kementerian dan non kementerian telah memperoleh apa yang disebut REMUNERASI, bahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi  dalam berbagai media mengatakan tahun 2012 semua kementerian dan non kementerian akan menerima REMUNERASI. Bijaksana beliau terhadap Pegawai Negeri Sipil Pusat ! PNS Daerah ? Apakah hak dan kewajiban Pegawai Negeri Sipil saat ini sudah berbeda? Padahal seringkali siang malam adalah sama, jam kerja, pekerjaan harus selesai sesuai waktu. KEDUA mohon maaf kepada rekan-rekan PNS Guru, kami tidak iri bahkan kami ucapkan SELAMAT mudah mudahan dengan meningkatnya kesejahteraan para guru akan berbanding lurus dengan meningkatnya kualitas anak didik negeri ini, karena ditangan Bapak/Ibu guru nasib bangsa ini ditentukan sekarang dan dimasa mendatang.

Kami sangat setuju dengan Tunjangan Sertifikasi karena hal itu sesuai dengan KEWAJIBAN para guru yang harus mengajar/tatap muka MINIMAL 24 jam/minggu, hal ini diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, Pasal 5 ayat (2) Permenpan dan RB Nomor 16 Tahun 2008 tentang Jabatan Fungional Guru dan Angka Kreditnya dan Pasal 21 ayat (4) Peraturan Bersama Mendiknas dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Funsional Guru dan Angka Kreditnya), sehingga kinerja PNS guru dapat terukur dengan jelas dan hal ini berbeda dengan kinerja PNS yang berkarier di jalur struktural/fungsional umum dimana kiberjanya belum dapat diukur secara pasti. Tapi inilah yang kami alami, bahwa apabila dikaitkan dengan azas-azas dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menunjukkan bahwa di negeri ini ada Undang-Undang tentang Guru dan Dosen yang hanya memberikan kesejahteraan berupa tunjangan sertifikasi dan tunjangan lainnya yang besaran tiap bulannya melebihi tunjangan Jabatan Struktural Eselon II/b.
II.          DASAR HUKUM
A.      Pasal 28D Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan bahwa :
(1)    Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2)     Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3)     Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4)     Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
B.       Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia bahwa Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
C.       Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan menetapkan bahwa :
(1)     Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a.   pengayoman;
b.   kemanusiaan;
c.    kebangsaan;
d.   kekeluargaan;
e.    kenusantaraan;
f.    bhinneka tunggal ika;
g.   keadilan;
h.   kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i.    ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j.    keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
D.      Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun  2011
(1)   Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau  tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
(2)   Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a.   rapat dengar pendapat umum;
b.   kunjungan kerja;
c.   sosialisasi; dan/atau
d.   seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
(3)   Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.
(4)   Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

III.       MATERI MASUKAN

Terkait dengan Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara, saya tidak bermaksud untuk menentang bahan kebijakan yang akan dibuat, tetapi, saya belum pernah melihat reaksi baik positif maupun negatif dari rekan-rekan Pegawai Negeri Sipil baik di Pusat maupun di Daerah. Selain dasar hukum di atas, bahwa dalam kontek penyusunan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan norma-norma hukum tersebut, khususnya 28D Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia khususnya, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan norma hukum yang lain yang sangat mendasar, mengingat dalam RUU terebut belum terlihat apakah dengan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian akan menjadi lebih baik ? Faktanya, antara DPR dan Pemerintah hanya mengangkat 14 DIM, apakah itu cukup ?

Saya sependapat dengan Prof. Masyhur Effendi, S.H. MS. bahwa dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan dapat terkandung fungsi laten positif  dan fungsi laten negatif, yang banyak muncul di RUU ASN justru hanya fungsi laten positif bagi negara, tetapi justru menjadi negatif bagi Pegawai Negeri Sipil.

Berkenaan dengan hal tersebut, perkenankan saya untuk menyampaikan hal-hal tersebut disertai sekilas tinjauan yuridis dan empirik terkait dengan beberapa Pasal yang mengatur mengenai jabatan dalam RUU ASN sebagai berikut :

1.   Pasal 5 Jabatan ASN terdiri dari Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional dan Jabatan Eksekutif Senior yang berkaitan dengan Pasal 10, dimana saya berada pada Jabatan Administratif, mengisyaratkan bahwa tidak ada lagi Jabatan Struktural Eselon V sampai Eselon II/b.
Analisa :
Sebagaimana dimaklum bahwa sesuai Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 bahwa Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural adalah Pegawai Negeri Sipil yang menata karier dari Pangkat/Golongan Ruang terendah pada saat yang bersangkutan di angkat sampai Pangkat/Golongan Ruang yang dipersyaratkan oleh jabatan yang akan dan/atau pernah di dudukinya.

Apabila Jabatan Administratif sebagaimana yang di isyaratkan dalam Pasal 10 ayat (1)  RUU ASN, maka di Ciamis saja terdapat 1.353 Jabatan Struktural yang akan kehilangan jabatan. Mengapa saya memakai istilah kehilangan jabatan karena dalam RUU ASN tersebut tidak tersirat dan tersurat pengaturan mengenai konversi jabatan yang sekarang dengan jabatan yang akan datang. Bagaimana Eselon II/b Eselon III/a, III/b, IV/a, IV/b dan Eselon V yang saya, beliau-beliau, rekan-rekan dan mereka yang telah meraihnya dengan susah payah, akan hilang bak kemarau satu tahun pupus oleh hujan sehari? Dimana azas pengayoman dan azas lain dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ?

Saya mendukung pendapat Bapak Menteri Dalam Negeri yang tidak setuju untuk menghapus jabatan eselon III dan mohon maaf kurang sependapat dengan pak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang mengatakan “akan menghapus jabatan struktural eselon 3 dan eselon 4 untuk dijadikan jabatan fungsional. "Misalnya jadi programer atau analisis, yang pasti sesuai dengan kompetensi,". dan beliau juga mengatakan Saat ini, banyak orang yang lebih mengincar jabatan struktural dibandingkan dengan fungsional lantaran, tunjangan jabatan struktural lebih besar dibandingkan dengan jabatan fungsional”. Pertanyaannya adalah apakah setiap pejabat struktural akan dikonversi menjadi jabatan fungsional tanpa memperhatikan apakah pejabat tersebut telah atau belum mengikuti diklat fungsional sesuai bidang tugasnya ? saya  fikir tidak semudah itu, bagaimana mungkin seorang Pegawai Negeri Sipil yang belum mengikuti diklat fungsional lantas di angkat dalam jabatan fungsional? Berapa banyak jabatan fungsional yang disiapkan dalam RUU ASN untuk mewadahi mantan struktural (itu juga tidak muncul dalam RUU).

Kalau Pasal 5 jo Pasal 10 dalam RUU ASN, dimaksudkan untuk mengurangi beban belanja Pegawai dalam bentuk tunjangan jabatan (fungsi laten positif) bagi negara, tapi di sisi lain mengapa Pemerintah Pusat saat ini menciptakan kebijakan REMUNERASI, Apabila dikaitkan dengan RUU ASN yang akan menghapus Jabatan truktural, kiranya dapat aya ilustrasikan perbandingan/kondisi eksisting antara jumlah Jabatan Struktural Eselon II/b di Ciamis hanya 30 Jabatan dari total Jabatan Struktural ( dari Eselon Va sampai II/a) sebanyak 1.354 jabatan atau 11,97 %., dengan jumlah Guru di Kabupaten Ciamis mencapai angka belasan ribu, sementara RUU ASN akan menghapus Jabatan Struktural yang apabila kita hanya melihat perbandingan jabatan fungsional Guru posisi bulan Desember 2011 sebanyak 11.312 jabatan.

Besar harapan saya, mudah-mudahan dibalik ketidak jelasan konsepsi kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil dalam RUU ASN, ada niatan disertai perjuangan dari yang terhormat Bapak/Ibu para Anggota DPR di Komisi II lebih khusus lagi kepada Bapak-bapak Wakil Pemerintah Pusat yang berkompeten dan sedang membahas bersama, diharapkan ada keberpihakan kepada nasib PNS Daerah yang berkarier di jalur struktural sehingga tidak ada kesenjangan yang terkesan dikotomis, baik antara PNS Pusat dan Daerah maupun Pegawai Negeri Sipil Guru dan Non Guru.
Bapak/Ibu para Anggota DPR di Komisi II lebih khusus lagi kepada Bapak-bapak Wakil Pemerintah Pusat hendaknya jangan terburu buru merencanakan grand design reformasi birokrasi, dan terkesan membabi buta dikejar target waktu, rupanya pepatah kuno yang mengatakan alon-alon asal kelakon, masih relevan untuk dipertimbangkan, demi sebuah hasil yang lebih baik. Bagaimana implementasi dari Pasal 28D UUD 1945 dalam penyusunan RUU ini.

Kalau tujuan Pasal tersebut hanya untuk membuat pagar/bingkai antara Pegawai Negeri Sipil dengan Kepala Daerah yang saat ini berkedudukan selaku Pejabat Pembina Kepegawaian, saya fikir tidak perlu juga secara radikal membombardir jabatan struktural yang telah ada sejak puluhan tahun lalu. Bahwa  rekrutmen dan kondisi eksisting dari para pejabat struktural dinilai masih banyak mengandung kekurangan, bisa jadi, tapi tidak lantas harus demikian, perbaiki saja sistim rekrutmen, persyaratan kompetensi dan lain lain yang dianggap perlu, sehingga ada kepastian dalam jenjang karier Pegawai Negeri Sipil. Perlu juga dipertimbangkan bahwa jabatan struktural yang ada saat ini merupakan amanat/pelsaksanaan dari Kebijakan Pemerintah Pusat yang selalu berganti-ganti (terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007).

Rekrutmen pejabat yang menggunakan Assesment center saat ini hanya ada di Badan Kepegawaian Negara, mengapa Badan Kepegawaian Negara mendidik Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk menjadi assesor, sehingga ketika ada lowongan jabatan tidak usah berbondong-bondong ke Badan Kepegawaian Negara hanya untuk melamar jabatan hal itu malah akan meninggalkan tugas dan pemborosan biaya ! Mengapa setengah hati dan meragukan kemampuan orang daerah ? Bukankah wilayah NKRI ini adalah daerah, bukan Jakarta saja ? Paradigma itu justru yang harus di ubah. Mengganti Undang-Undang Pokok-pokok Kepegawaian bukan satu-satunya jalan dan belum tentu juga situasi akan lebih baik. Bukankah Bapak/Ibu Anggota Dewan yang terhormat harus mempertanggungjawabkan dunia dan akhirat atas usul inisiatif Bapak/Ibu? Kalau gagal ?
Atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya berharap paling tidak untuk bahan pembahasan lebih lanjut pada tingkat pembicaraan di Panja II DPR. Saya harus yakin bahwa meskipun Bapak/Ibu Panja II bukan berasal/belum pernah menduduki jabatan struktural akan memberikan yang terbaik bagi nasib Pegawai Negeri Sipil baik Pusat maupun Daerah. 
2.      Pasal 14 ayat (2), apa kepentingan yang mandesak dan menjadi landasan Yuridis, filosifis, dan landasan lain sehingga dapat diisi dari non Pegawai Negeri Sipil, dimana kepastian jenjang karier Pegawai Negeri Sipil kalau dapat diisi oleh non Pegawai Negeri Sipil ? Saya kira masyarakat, dalam hal ini PNS perlu diberikan pengertian. Dilihat di penjelasan, cukup jelas, ini berarti bahwa pengisian jabatan administratif di daerah akan dapat diisi dari non PNS sehingga dapat berpotensi menurunnya motivasi kerja Pegawai Negeri Sipil.
 

IV.        KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.            Secara umum materi muatan dalam RUU ASN baik, namun demikian mohon kiranya dapat mempertimbangkan :
a.     Pasal 28D UUD 1945, khususnya ayat (1) dan ayat (3),
b.    Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, khususnya hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum;
c.     Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan, khususnya ayat (1) huruf a, c, g, h dan huruf j dan Pasal 96 bahwa masyarakat, dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil seharusnya di ajak bicara, jangan mengejar target waktu kalau diakhir nanti justru banyak menimbulkan masalah dan ketidak pastian.

2.           Mengingat substansi dalam RUU ASN merupakan paradigma baru bidang kepegawaian, seyogyanya banyak materi muatan dalam Ketentuan Peralihan, khususnya nasib konversi jabatan, ketentuan Batas Usia Pensiun, Disiplin PNS, Penetapan kinerja dan materi lain untuk mengakomodir masa transisi.

3.           Tidak terlalu banyak mendelegasikan membuat pengaturan lebih lanjut kepada kepada Menteri, atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian, apalagi kepada Lembaga yang akan dibentuk berdasarkan RUU ini seperti KASN, melainkan kepada Peraturan Pemerintah, hal ini akan berpotensi menimbulkan conplict of interest pada  lembaga tersebut, untuk apa ada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun  2011.

4.           Terkait dengan Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 juncto Pasal 10,  mohon di tinjau kembali dengan pertimbangan :
a.     Dalam RUU ASN tidak nampak jelas bagaimana nasib dan pola pengembangan karier PNS serta kesejaahteraan yang akan masuk dalam jajaran Jabatan Administratif
b.    Dalam hal penghapusan jabatan, pembuat Undang-Undang terkesan emosional dan terasa terlalu radikal, tanpa mengevaluasi kebijakan yang telah ada yang sesungguhnya menjadi penyebab terjadinya in efisiensi seperti REMUNERASI yang diskriminatif dan SERTIFIKASI yang sebanding dengan penciptaan jutaan tunjangan jabatan setingkat eselon II/b (assumsi dasar bahwa 2/3 dari PNS adalah Guru). Saya sangat setuju dengan Tunjangan Sertifikasi, meskipun Undang-Undang yang menjadi Dasar Pijakannya memang Diskriminatif, hal ini bertentangan dengan azas azas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Tetapi sekali lagi Guru memang pantas mendapatkannya, karenha di tangan guru nasib bangsa ini bergantung, dan oleh guru lah kita bisa jadi Pegawai Negeri Sipil.
c.     Bapak-bapak di DPR termasuk Pak Menpan dan Pak Wamenpan, belum pernah menduduki jabatan struktural, atau paling tidak beliau beliau belum pernah mengurusi Pegawai Negeri Sipil, meskipun saya tahu bahwa yang pintar-pintarnya adalah juga stafnya pada kementerian dan paguyuban dibawah naungan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dengan demikian saya sangat yakin Bapak/Ibu tidak akan pernah merasakan apa yang dapat dibanggakan dari karier Pegawai Negeri Sipil yang telah dilalui belasan bahkan puluhan tahun lamanya dan apa yang dirasakan pahitnya ditendang menjadi pecundang, bak kemarau se tahun lenyap oleh hujan sehari, saya yakin bahwa Bapak/Ibu Anggota DPR yang membahas RUU ASN pandai bicara, tapi tidak cukup hanya dengan pandai bicara, melainkan harus disertai dengan intuisi dan empati !
d.    Bahwa tidak semua Pegawai Negeri Sipil punya rekening gendut seperti Pegawai Negeri Sipil di Pusat, untuk melaksanakan rukun Islam berupa haji saja silahkan Bapak/Ibu lihat berapa prosentase yang mampu? Jangankan untuk itu Gaji PNS di daerah banyak yang sudah di jaminkan ke Bank sampai pensiun, termasuk kami. Tapi mengapa RUU ini seolah-olah hendak memotong dan membuat Generasi baru. Untuk apa juga mengatur sesuatu yang akan berlaku 20 sampai 30 tahun kedepan Ius Konstitutum ? (lihat RUU Pasal 105 Ketentuan mengenai pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 berlaku bagi pegawai ASN yang diangkat sejak 1 Januari 2013. Seakan akan Pegawai Negeri Sipil sekarang tidak ada yang baik.
e.    Terkait dengan rekrutmen Jabatan, membentuk KASN yang hanya akan berkedudukan di Jakarta, saya fikir terlalu muluk, bila dibandingkan dengan luas wilayah NKRI, apalagi anggotanya yang dapat dihitung dengan jari, seberapa superkah anggota KASN nanti. KORPRI saja tidak terasa ada manfaatnya bagi kami.

5.           Terkait dengan proses pembentukan Undang-Undang, hendaknya DPR dan Pemerintah Pusat melaksanakannya sesuai dengan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, jangan terkesan hanya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi berikut jajarannya saja dan terkesaan dikejar terget waktu.

V.            SARAN

1.     Susunlah klausula-klausula dalam RUU ASN dengan arif dan bijaksana, dengan mempertimbangkan aspek-aspek sebagaimana yang tercantum dalam KESIMPULAN, adakan sosialisari RUU sesuai dengan Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011, libatkan/ajak bicara/tanya PNS Daerah;
2.     Untuk mengantisipasi hal hal yang tidak diharapkan, seperti adanya kemungkinan tanggapan/reaksi dari segenap Pegawai Negeri Sipil hendaknya diatur materi dalam ketentuan peralihan, khususnya yang berkaitan dengan perubahan jabatan, hendaknya dilaksanakan secara bertahap (tidak sekaligus) agar tidak terkesan radikal bahkan emosional;
3.    Hindari Pasal-pasal yang memerintahkan langsung kepada Kementerian dan/atau Non Kementerian untuk membuat ketentuan lebih lanjut dari RUU ini bukankah itu yang di isyaratkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011;
4.     Hindari ketentuan yang bias seperti :
a.     Nomenklatur Jabatan Administratif yang terdiri dari Pelaksana, Pangawas dan Administratur, maksudnya adalah akan lebih memberikan arah dan kepastian kalau memang nomenklaturnya harus sama di atur langsung dalam Undang-Undang misalnya “ Pejabat Eselon II yang ada di daerah, selain Jabatan Eksekutif Senior, diangkat menjadi Administratur sesuai dengan bidang tugasnya dengan Eselon II/b dan kepadanya diberikan tunjangan jabatan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku”. Selanjutnya “Jabatan Eselon III yang ada di daerah yang bukan Kepala Satuan Organisasi Perangkat Daerah, menjadi Pengawas Bidang, sesuai tugasnya tanpa/dengan*) memperhatikan jenjang jabatan eselon III/a dan III/b” dan selanjutnya.
b.     Berikan arah pengembangan karier kepada Pegawai Negeri Sipil dengan mengatur dan/atau mewadahi/mengakomodir dalam rumpun jabatan fungsional sesuai yang dikehendaki oleh RUU tanpa atau dengan keharusan mengikuti diklat fungsional yang relevan dengan kewajiban mengikuti diklat fungsional setelah berada pada jabatan fungsional tersebut;
c.      Hindari pengaturan kesejahteraan bagi Pegawai Negeri Sipil yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang diatur dengan Peraturan Daerah, karena hal ini dapat menimbulkan permasalahan baru seperti adanya perbedaan kesejahteraan antara PNS Pusat, PNS daerah miskin dan PNS daerah kaya, sehingga tidak diskriminatif dan berpotensi menimbulkan barganning position sebagaimana kejadian di Kota Semarang;
d.     Evaluasi kebijakan REMUNERASI, kaitkan dengan RUU ASN, jangan terkesan orang Pusat mengatur dirinya sendiri dengan tunjangan Remunerasi sementara orang daerah hanya gigit jari.
5.     Pertimbangkan penghapusan jabatan struktural, dengan mengingat usia jabatan struktural yang sudah ada sejak negeri ini berdiri, yang jahat bukan jabatannya melainkan pejabatnya, buatlah aturan yang sekiranya dapat memperbaiki dan menghindari dari akibat perbuatan jahat pejabat, dengan cara memperbaiki sistemnya, bukan dengan cara MEMBUNUH NYAMUK DENGAN MENGHANCURKAN RAWANYA, beruntung kalau menjadi baik, tapi akan berbahaya kalau menjadi chaos.

Demikian yang dapat saya sampaikan, mohon maaf bila cara penyampaiannya kurang berkenan, ini semata mata karena kecintaan dan wujud kepedulian saya dengan Pegawai Negeri Sipil di negeri ini, lebih khusus karena hal ini banyak bersinggungan dengan jabatan saya saat ini, sementara saya menyayangkan sampai saat ini yang berbicara hanya Pak Menpan dan Pa Wamenpan saja yang terkesan terburu-buru dan dikejar waktu. Dan saya ucapkan salut dan angkat jempol kepada Bapak Menteri Dalam Negeri yang telah membela posisi Pegawai Negeri Sipil yang berada pada jenjang karier struktural. Mudah mudahan saya bukan satu satunya yang berpendapat seperti begini, tetapi itu semua berangkat dari kekurangjelasan konsepi RUU ASN, khususnya jenjang karier kedepan maupun konsepsi kesejahteraan mengingat kondisi saat ini yang cenderung terbiasa dengan kesenjangan. Terima kasih.

Link terkait : Penyusunan RUU Aparatur Sipil Negara Harus Matang

1 komentar:

  1. saya 1000% setuju dengan bapak, adalah deskriminasi luar biasa yang telah dilakukan negara kepada PNS daerah yang nota bene adalah ujung tombak pelayanan masyarakat, bahwa NKRI bukan hanya jakarta dan jakarta bukan apa-apa jika tanpa pegawai daerah. Seringkali pegawai daerahlah yang bertarung nyawa melaksanakan tugas dalam kondisi infrastruktur yang sangat memprihatinkan tapi karena tugas dan tanggungjawab semua itu kita ikhlaskan.Semoga Tuhan menolong nasib jutaan pegawai daerah seperti kita ini dan membuka mata hati dan nurani para pembuat kebijakan dijakarta

    BalasHapus